ARTIKEL HUBUNGAN
KEKERABATAN BEBERAPA VARIETAS PISANG (Musa sp.) UNTUK SIFAT KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT BERDASARKAN RGA
( RESISTANCE GENE ANALOG )
Beri Adimas
Aryanto 1, Wahyu safitri 2, Andi Jaya Pratama 3,
Ahmad Ghazali 4,Roihana Al-Firdaus 5, Lilis Suryani 6
Jurusan
Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
ABSTRAK
Pisang (Musa sp.) merupakan salah satu tanaman yang mempunyai
keanekaragaman genetik tinggi, sehingga sifat-sifat dari tanaman ini juga
beragam. Salah satu sifat unggul daritanaman ini adalah tahan terhadap penyakit
(contoh kultivar kultivar Mas Kirana dan Agung Semeru) dan rentan (kultivar
Embug). Ketahanan dan kerentanan terhadap penyakit dikendalikan oleh RGA.
Sekuens daerah terkonservasi pada RGA dapat digunakan sebagai dasar pembuatan
primer, sehingga terdapat perbedaan pita amplifikasi antara kultivar tahan dan
rentan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
kekerabatan beberapa kultivar pisang (Musa sp.) untuk sifat ketahanan
terhadap penyakit berdasarkan RGA.Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah daun 12 kultivar pisang. Pisang
Agung Semeru dan Mas Kirana digunakan sebagai kontrol tahan. Sedangkan kontrol
rentan adalah kultivar Embug, untuk dibandingkan pita DNA dengan 9 kultivar
lain. Primer yang digunakan adalah primer daerah terkonservasi NBS-LRR dan
NLRR. Tahap Penelitian meliputi ekstraksi DNA, Amplifikasi DNA dan pembuatan
dendogram dengan softwere NTSys 2.01.Parameter data dalam penelitian ini adalah
konsentrasi DNA, elektroforesis DNA genom, hasil amplifikasi DNA dan dendogram
hubungan kekerabatan. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi DNA yang didapat
berkisar antara 159,2 sampai 1131 ng/µl. Elektroforesis DNA menunjukkan
beberapa sampel mepunyai pita yang tebal dan beberapa masih terdapat smear.
Amplifikasi DNA menghasilkan pita berukuran 100 sampai 700 bp dan bersifat
polimorfik. Hasil analisis hubungan kekerabatan menghasilkan Kultivar Mas
Kirana sebagai kultivar tahan I berkerabat jauh dengan kelompok rentan dan
tahan II dengan indeks kemiripan 0,54. Kultivar Embug sebagai kultivar rentan
berkerabat dengan kultivar Barley dan Raja Nangka dengan indeks kemiripan 1,
sedangkan dengan kultivar Kepok mempunyai indeks kemiripan 0,81. Kultivar Agung
Semeru sebagai kontrol tahan II berkerabat dengan kultivar Susu dengan indeks
kemiripankedua varietas ini adalah 1, sedangkan
dengan kultivar Agung Jawa, Ambon Hijau dan Raja Mala indeks
kemiripannya 0,91. Kultivar Cavendih
berkerabat dengan kultivar tahan II dengan indeks kemiripan 0,73 dan kultivar
Kidang dengan indeks kemiripan 0,68.
Kata
Kunci : Kultivar Pisang (Musa sp), Ketahanan Terhadap Penyakit, RGA.
Indonesia merupakan negara
tropis dengan kekayaan sumber daya genetic (plasma nutfah) tumbuhan yang sangat
besar. Kekayaan tersebut menempatkan Indonesia negara dengan megabiodiversity
terbesar kedua setelah Brazil (Putra, 2013). Tingginya tingkat
keanekaragaman genetic pada tumbuhan karena Indonesia memiliki bentang alam
yang luas dengan penyebaran dan kondisi wilayah geografis yang bervariasi
(Poerwanto,2011).
Keanekaragaman tumbuhan yang
tinggi juga diikuti oleh keanekaragaman genetik yang tinggi (Poerwanto, 2011).
Salah satu tumbuhan yang memiliki keanekaragaman genetik tinggi adalah pisang (Musaceae).
Keanekaragaman pisang merupakan keturunan dari dua jenis tetua pisang liar
yaitu Musa acuminata (genom AA) dan Musa balbisiana (genom BB)
(Rukmana, 1997).
Keanekaragaman genetik pisang memberikan sifat fenotip yang beragam,
salah satunya adanya perbedaan sifat pada ketahanan terhadap penyakit. Salah
satu contoh adalah pisang Agung Semeru (M. paradisiaca) dan pisang Mas
Kirana (M. balbisiana) di kecamatan Senduro dan kecamatan Pasrujambe
Kabupaten Lumajang merupakan pisang yang tahan terhadap penyakit layu fusarium (Panama
desease), penyakit layu bakteri (Moko desease) dan bercak daun (Sigatoka desease). Penyakit ini
ditemukan mudah menyerang kultivar lain yaitu pisang Embug (M. paradisiaca),
akan tetapi tidak menyerang kedua pisang tersebut (Prahardini, 2010). Selain
itu di kecamatan ini juga ditemukan beberapa kultivar pisang lainnya yaitu
Kepok, Cavendish dan Raja. Kultivar-kultivar lain tersebut belum diketahui
sifat tahan terhadap penyakit terutama secara genetik.
Sifat tahan penyakit pada
pisang Agung Semeru (M. paradisiaca) dan pisang Mas Kirana (M.
balbisiana) merupakan sifat unggul, sehingga diperlukan adanya
karakterisasi kedua pisang tersebut dan mengetahui hubungan kekerabatan dengan
kultivar pisang yang lainnya. Karakterisasi secara genetik dapat dijadikan
sebagai salah satu konfirmasi, karena selain akurat juga dapat memberikan hasil
yang lebih cepat dan efektif (Ilhami, 2010). Informasi sifat ketahanan terhadap
penyakit ditentukan dari jarak genetik tanaman tahan penyakit dan rentan. Data
karakterisasi dan hubungan kekerabatan pisang yang tahan penyakit dengan
beberapa kultivar pisang lainnya dapat dijadikan referensi persilangan tanaman
untuk kepentingan pemuliaan tanaman pisang (Crowder, 2007).
Ketahanan tanaman dari
penyakit dikendalikan secara genetik oleh gen ketahanan (R-Gen). Gen ini
terdapat di setiap tanaman dan telah banyak diisolasi dengan primer yang dibuat
dari tanaman lain sehingga disebut Resistance Gene Analog (RGA)
(Sutanto, 2013). Sekuens basa dari RGA dari berbagai tanaman merupakan daerah
terkonservasi (sekuens nukleotidanya relatif tetap) antar spesies, sehingga
dapat memberikan informasi dasar membuat desain primer untuk kepentingan
amplifikasinya (Tiing, 2012). Oleh
karena itu penelitian ini bertujuan untuk hubungan kekerabatan beberapa kultivar pisang (Musa sp.) untuk sifat
ketahanan terhadap penyakit
berdasarkan RGA.
METODE
Penelitian ini merupakan
jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan 2 sampel daun pisang
yaitu kultivar pisang Mas Kirana dan pisang Agung Semeru sebagai pisang tahan
penyakit, serta pisang Embug sebagai kontrol rentan (Prahardini, 2010), tingkat
ketahanan dari ketiga pisang ini akan dibandingkan dengan 9 kultivar lainnya,
yaitu Barley, Kidang , Agung Jawa, Kepok, Ambon Hijau, Raja Nangka, Susu,
Cavendish dan Raja Mala. Ekstraksi DNA mengunakan metode CTAB, kuantitas DNA
diukur dengan menggunakan spektrofotometer dan kualitas DNA diukur dengan
elektroforesis. Amplifikasi DNA menggunakan primer NBS-LLR (F’ATGTCAGGCGGTGGCAGAAG
dan R’ AGTGCCGCCATCGACCATGA) dan NLRR (F’TAGGGCCTCTTGCATCGT dan R’
TATAAAAAGTGCCGGACT). Komposisi PCR total 25 µl terdiri dari GMM 12,5 µl ,
Primer Forward 1,5 µl, primer reverse 1,5 µl, DNA templete
1 µl dan Aquabides 8,5 µl. Pengkondisian suhu primer NBS-LRR predenaturasi 95
оC selama 3 menit,
denaturasi 94 оC selama 45 detik, annealing
56 оC selama 30 detik, extensi 72
оC selama 1 menit, post extens
72
оC selama 10 menit dengan
jumlah siklus 35. Pengkondisian suhu primer NLRR yaitu predenaturasi 94
оC selama 3 menit, denaturasi
94 оC selama 1 menit, annealing
49 оC dan 51оC selama 5 menit, Extensi 7 оC, post extensi 72 оC selama 72 оC dengan jumlah siklus 45.
Analisis data dilakukan dengan softwere NTSYS- pc versi 2.01.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil perhitungan
konsentrasi DNA berkisar antara 159,2 sampai 1131 ng/µl. Banyak sedikitnya DNA
yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor pada saat ekstraksi dan
kondisi sampel. Tingkat kemurnian DNA masing-masing sampel berkisar antara 1,34
sampai 2,02. Hasil ekstraksi dengan rasio 1,8 sampai 2,0 merupakan DNA dengan
kemurnian yang tinggi dan tidak terkontaminasi dengan residu protein. Hasil
konsentrasi dan kemurnian DNA dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel Konsentrasi dan
Kualitas DNA
No
|
Nama Pisang
|
Konsentrasi
DNA(x50
ng/µl)
|
A260
|
A280
|
A260/A280
(Kemurnian)
|
1.
|
Agung Jawa
|
224,73
|
0,019
|
0,007
|
2,05
|
2.
|
Agung Semeru
|
771,89
|
15,403
|
7,917
|
1,95
|
3.
|
Mas Kirana
|
217,30
|
4,495
|
3,346
|
1,34
|
4.
|
Susu
|
777,69
|
0,039
|
0,023
|
1,68
|
5.
|
Kidang
|
935,3
|
0,047
|
0,022
|
2,04
|
6.
|
Cavendish
|
1131,28
|
2,640
|
1,234
|
2,07
|
7.
|
Embug
|
238,8
|
0,012
|
0,006
|
2,00
|
8.
|
Kepok
|
796
|
0,059
|
0,037
|
1,57
|
9.
|
Barley
|
159,2
|
0,009
|
0,004
|
2,00
|
10.
|
Raja Nangka
|
808,28
|
0,045
|
0,020
|
2,00
|
11.
|
Raja Mala
|
557,2
|
0,029
|
0,017
|
1,72
|
12.
|
Ambon Hijau
|
796,06
|
0,076
|
0,054
|
1,40
|
Hasil kualitas DNA
menunjukkan bahwa sampel nomor 1 (Mas Kirana) terlihat DNA yang
didapatkan sangat sedikit konsentrasinnya dan terdapat smear. Sampel
nomor 2 (Susu), 3 (Kidang), 4 (Cavendish) dan 6
(Kepok) terlihat pita yang
dihasilkan sangat tebal karena konsentrasi DNA tinggi tetapi masih ada smear.
Sampel nomor 5 (Embug), 8 (Agung Semeru), 9 (Barley), 10 (Raja Nangka), 12
(Ambon Hijau) terlihat pita yang dihasilkan tipis, sedikit menyebar dan sampel
no.11 (Raja Mala) pita yang dihasilkan sedikit lebih tebal. Perbedaan hasil
pada masing-masing sampel tergantung pada banyaknya konsentrasi DNA yang
terekstraksi. Kualitas DNA yang terekstraksi juga ditunjukan oleh adanya smear
pada pita DNA, semakin sedikit atau tidak adanya smear menunjukkan
semakin baik kualitas DNA. DNA tersebut diencerkan untuk mendapatkan konsenrasi
sesuai dengan konsentrasi PCR dan digunakan sebagaim template PCR. Hasil
kualitas DNA terdapat pada gambar 1.
Gambar 4.11 Hasil elektroforesis DNA genom pisang dengan gel Agarose 1%. M merupakan marker 1 kb. Ketarangan sumur
: sumur 1 Pisang Mas Kirana;sumur 2 Pisang Susu;
sumur 3 Pisang Kidang; sumur 4 Pisang
Cavendish;sumur 5 Pisang Embug; sumur 6
Pisang Kepok; 7 Pisang Agung Jawa; sumur
8 Pisang Agung Semeru;sumur 9 Pisang Barley; sumur 10 Pisang Raja Nangka;
sumur 11 Pisang Raja Mala; sumur 12
Pisang Ambon Hijau.
Hasil amplifikasi dengan
primer NBS-LRR menunjukkan bahwa hanya 3 kultivar pisang (Ambon Hijau, Kepok,
Kidang) yang dapat diamplifikasi dengan primer NBS-LRR. Pada sampel yang lain
tidak terbentuk pita dan tidak terdapat smear dari proses PCR. Ukuran
hasil amplifikasi berkisar 180 bp sampai 100 bp yang seharusnya hasil
amplifikasi diatas 200 bp. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan tidak
berhasilnya amplifikasi PCR yaitu komposisi PCR (kerusakan pada Green Master
Mix), suhu annealing dan primer yang tidak sesuai. Yowono (2006)
menyebutkan bahwa pada saat proses annealing, primer akan menempel pada
untaian DNA yang telah terpisah menjadi untai tunggal. Primer tersebut akan
membentuk jembatan hidrogen dengan untaian DNA pada daerah sekuen yang
komplementer dengan sekuen primer. Hasil PCR dengan primer NBS-LRR terdapat
pada gambar 2.
Gambar 2 Hasil elektroforesis DNA menggunakan
primer NBS-LRR
dengan gel Agarose 1,2
Keterangan sumur1 Pisang Raja Mala; sumur 2 Pisang Ambon Hijau;sumur
3 Raja Nangka; sumur 4 Pisang Agung
Jawa; sumur 5 Pisang Agung Semeru; sumur 6 Pisang Barley; sumur 7 Pisang Kepok; sumur 8; sumur 9 Pisang Embug
(kontrol rentan); sumur 9 Pisang
Cavendish; sumur 10 Pisang Kidang; sumur 11 Pisang Susu; sumur 12 Pisang Mas Kirana (kontrol tahan).
Hasil PCR dengan menggunakan
primer NLRR, primer ini bersifat repetitif. Hasil menunjukkan bahwa primer ini dapat
mengamplifikasi semua sampel kultivar pisang. Pita amplikon pada sampel nomor
1(Mas Kirana), 2 (Barley), 3 (Susu), 4 (Cavendish), 5 (Raja Nangka) dan 6
(Kidang) menghasilkan pita yang tegas dan tidak terdapat smear. Sampel
nomor 5 (Raja Nangka), 7 (Agung Semeru), 8 (Agung Jawa), 9 (Ambon Hijau), 10
(Raja Mala), 11 (Embug), 12 (Kepok) menunjukkan adanya smear tipis,
sehingga pada hasil PCR masih terdapat
sedikit kontaminan protein. Hasil PCR dengan primer NLRR terdapat pada gambar
3.
Gambar 3 Hasil elektroforesis
dengan primer NLRR keterangan sumur
1Pisang Mas Kirana (kontrol tahan); sumur 2 Pisang Barley; sumur 3 Pisang Susu;
Sumur 4 Pisang Cavendish; sumur 5 Pisang Raja Nangka; sumur 6 Pisang Kidang;
sumur 7 Pisang Agung Semeru (kontrol
tahan); sumur 8 Pisang Agung Jawa; sumur 9 Pisang Ambon Hijau; sumur 10 Pisang
Raja Mala; sumur 11 Pisang Embug (kontrol rentan); sumur 12 Pisang Kepok.
Berdasarkan zimogram ukuran
pita yang dihasilkan dari proses amplifikasi berkisar antara 100 sampai 700 bp.
Kultivar yang digunakan sebagai kontrol tahan I terhadap penyakit adalah Mas
Kirana (sampel no.1) menghasilkan pita berukuran masing-masing 650 bp, 500 bp 150 bp dan 100 bp. Kultivar
Agung Semeru sebagai kontrol tahan II (sampel no.7) menghasilkan pita berukuran
300 bp dan 200 bp dan mempunyai ola pita yang sama dengan pisang Susu. Kultivar
Embug digunakan sebagai kontrol rentan, menghasilkan pita 1 pita berukuran 200
bp. Beberapa kultivar lain yang mempunyai ukuran 200 bp adalah Barley dan Raja
Nangka. Kultivar Kepok enghasilkan 1 pita berukuran 250 bp. Kultivar Agung
Jawa, Raja Mala dan Ambon Hijau menghasilkan 1 pita berukuran 200 bp. Kultivar
Cavendish menghasilkan 2 pita berukuran 700 bp dan 400 bp. Kultivar Kidang menghasilkan 2 pita berukuran 500 bp
dan 300 bp. Zimogram dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. 13 Hasil elektroforesis dengan primer NLRR keterangan sumur 1 Pisang Mas
Kirana (kontrol tahan); sumur 2 Pisang Barley; sumur 3 Pisang Susu; Sumur 4
Pisang Cavendish; sumur 5 Pisang Raja Nangka; sumur 6 Pisang Kidang; sumur 7
Pisang Agung Semeru (kontrol tahan);
sumur 8 Pisang Agung Jawa; sumur 9 Pisang Ambon Hijau; sumur 10 Pisang Raja
Mala; sumur 11 Pisang Embug (kontrol rentan); sumur 12 Pisang Kepok.
Primer RGA yang digunakan
untuk amplifikasi ini bersifat repetitif, yaitu primer yang mengamplifikasi
sekuens DNA berulang pada daerah RGA. Primer ini bersifat spesifik untuk sifat
ketahanan tanaman terhadap penyakit. Daerah amplifikasi pada primer ini
repetitif pada RGA sekuens forward‘TAGGGCCTCTTGCATCGT dan Reverse ’TATAAAAAGTGCCGACT.
Hasil dari primer ini yaitu perbedaan pita antara kultivar tahan dan yang
bersifat rentan. Perbedaan tersebut diakibatkan oleh sekuen DNA yang berbeda
sehingga ketika mengalami proses translasi akan menghasilkan kode protein yang
berbeda. Pada saat melawan patogen tanaman hares meregulasikan faktor
transkripsi secara tepat (dalam waktu yang tepat) setelah mengenali patogen,
agar dapat mengaktifkan gen-gen yang berhubungan dengan pertahanan.
Jumlah hasil amplifikasi
menunjukkan bahwa gen yang mengendalikan ketahanan pada penyakit bersifat
poligen, artinya ketahanan terhadap penyakit dikendalikan oleh banyak gen yang
saling menambah dan memberikan reaksi sehingga menimbulkan ketahanan yang luas.
Semangun (2006) menyatakan ketahanan yang dikendalikan oleh banyak gen disebut
juga ketahanan horizontal, mekanisme dari ketahanan ini bekerja sebelum maupun
sesudah patogen masuk ke dalam badan tumbuhan. Ketahahanan horizontal
menyebabkan berkurangnya pembentukan Sp perkembangan epidemi berkurang.
Kumpulan gen-gen pada pertahanan horizontal ini akan bertanggung jawab pada
serangan patogen yang menginfeksi tanaman.
Hasil pengelompokan
berdasarkan dendogram memperlihatkan bahwa tingkat indeks similaritas
sifat ketahanan terhadap penyakit
tanaman dibagi menjadi 3 kelompok. Kultivar
Mas Kirana sebagai kontrol tahan
I mempunyai indeks kemiripan yang
rendah dengan kelompok lain yaitu 0,54. Kultivar Embug sebagai kontrol rentan
tergabung dengan kultivar Barley dan Raja Nangka mempunyai indeks kemiripan 1,
artinya sifat ketahanan dari kultivar tersebut hampir sama. Kultivar Kepok juga
tergabung dalam kelompok rentan dengan indeks kemiripan 0,81. Kultivar Agung
Semeru sebagai control tahan II tergabung dengan kultivar Susu de tergabung
juga kultivar Agung Jawa, Ambon Hijau dan Raja Mala dengan indeks kemiripan
antar kultivar tersebut 1,sedangkan dengan kontrol tahan II mempunyai indeks
kemiripan 0,91. Kelompok tahan II ini tergabung kultivar Cavendish dengan
indeks kemiripan 0,71 dan kultivar Kidang mempunyai indeks kemiripan 0,68.
Gambar 5 Dendogram Penegelompokan
Berdasarkan data filogenetik
kultivar-kultivar yang memiliki tingkat kekerabatan dekat seperti kultivar
Embug, Barley dan Raja Nangka dan Kepok kemungkinan mempunyai pola RGA yang
hampir sama. Kesamaan ini mengakibatkan respon pertahanan terhadap penyakit
sama. Kultivar yang mempunyai tingkat kekerabatan dekat dengan kultivar tahan
II yaitu Agung semeru dan Susu mempunyai tingkat kekerabatan sama sehingga
memiliki kesamaan respon terhadap penyakit. Kultivar Cavendish dan Kidang
mempunyai pola pita RGA yang berada diantara kelompok kultivar Embug dan Agung
Semeru sehingga respon terhadap penyakit memiliki kesamaan dengan kedua
kelompok kedua kultivar tersebut.
Kultivar Mas Kirana mempunyai indeks kesamaan yang rendah yaitu 0,54 dengan
kultivar lainnya dikarenakan ketahanan sangat berbeda dan secara genom kultivar
bukan hasil persilangan yaitu genom AA. Campbell (2000) menyatakan respon pertahanan terhadap penyakit
dikenedalikan oleh gen ketahanan atau Resistance gene (R Gene),
sehingga dengan pola gen ketahanan yang sama dimungkinkan mempunyai respon
terhadap penyakit yang hampir sama.
Data hasil hubungan
kekerabatan tersebut dapat digunakan sebagai referensi untuk pelaksanaan
perkawinan silang dalai pemuliaan tanaman pisang. Julisaniah (2008) menyatakan
bahwa hasil diagram filogenetik pengelompokan dapat digunakan sebagai acuan
dalam penentuan induk untuk pembuatan bibit. Semakin jauh hubungan kekerabatan
antar sampel, maka semakin kecil keberhasilan persilangan, tetapi kemungkinan
untuk memperoleh genotip unggul lebih besar jika persilangan berhasil.
Perkawinan antara individu berjarak genetic dekat atau hubungan kekerabatannya
sama mempunyai efek peningkatan homozigositas, sebaliknya perkawinan antara
individu berjarak genetik besar atau kekerabatannya jauh mempunyai efek
peningkatan heterozigositas. Informasi ini bermanfaat bagi proses pemuliaan
bibit unggul. Perkawinan tetua dengan variasi genetik tinggiakan menghasilkan
individu dengan heterozigositas lebih tinggi.
SIMPULAN
Data hubungan kekerabatan
antar kultivar pisang
diperoleh Kultivar Mas Kirana sebagai kultivar tahan I berkerabat jauh dengan
kelompok rentan dan tahan II dengan indeks kemiripan 0,54. Kultivar Embug
sebagai kultivar rentan berkerabat dengan kultivar Barley dan Raja Nangka
dengan indeks kemiripan 1, sedangkan dengan kultivar Kepok mempunyai indeks
kemiripan 0,81. Kultivar Agung Semeru sebagai kontrol tahan II berkerabat
dengan kultivar Susu dengan indeks similaritas kedua varietas ini adalah 1,
sedangkan dengan kultivar Agung Jawa, Ambon Hijau dan Raja Mala indeks
kemiripannya 0,91. Kultivar Cavendish
berkerabat dengan kultivar tahan II dengan indeks kemiripan 0,73 dan kultivar
Kidang dengan indeks kemiripan 0,68.
DAFTAR RUJUKAN
Campbell, N.A. 2003. Biologi Jilid II
Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.
Julisaniah, N.I. 2008.
Analisis Kekerabatan Mentimun (Cucumis sativus L.) menggunakan
Metode RAPD-PCR dan Isozim. Biodiversitas. 2 (9).
Poerwanto, R.,Siregar,I.Z., Suryani, A.
2011. Merevolusi Revolusi Hijau. Bogor : IPB Press.
Prahardini, P.E.R, Yuniarti,
Krismawati, A. 2010. Karakterisasi Varietas Unggul Pisang Mas
Kirana dan Agung Semeru di
Kabupaten Lumajang. Buletin Plasma Nutfah.16(2).
Putra, I., Sukewijaya, I.,
Pradniawati, N. 2013. Identifikasi Tanaman Jahe Jahean (Famili Zingiberaceae)
di Bali yang dapat Dimasukkan Sebagai Elemen dalam Desain Lanskap. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika.Vol. 2, No. 1.
Rukmana, R. 1997. Usaha Tani Pisang.
Jakarta : Kanisus.
Semangun, H. 2006. Pengantar Ilmu
Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta: UGM
Press.
Sutanto, A., Hermanto, C.,
Sukma D., Sudarsono. 2013. Pengembangan Marka
SNAP Berbasis Resistance Gene
Analogs (RGA) Pada Tanaman Pisang (Musa sp.). J.Hort.
23 (4): 300-309.
Yuwono, T. 2006. Teori
dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction.Yogyakarta: Kanisus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar