Rabu, 26 November 2014

artikel HUBUNGAN KEKERABATAN BEBERAPA VARIETAS PISANG (Musa sp.) UNTUK SIFAT KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT BERDASARKAN RGA ( RESISTANCE GENE ANALOG )



ARTIKEL HUBUNGAN KEKERABATAN BEBERAPA VARIETAS PISANG (Musa sp.) UNTUK SIFAT KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT BERDASARKAN RGA
( RESISTANCE GENE ANALOG )
Beri Adimas Aryanto 1, Wahyu safitri 2, Andi Jaya Pratama 3, Ahmad Ghazali 4,Roihana Al-Firdaus 5, Lilis Suryani 6
Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

ABSTRAK
Pisang (Musa sp.)  merupakan salah satu tanaman yang mempunyai keanekaragaman genetik tinggi, sehingga sifat-sifat dari tanaman ini juga beragam. Salah satu sifat unggul daritanaman ini adalah tahan terhadap penyakit (contoh kultivar kultivar Mas Kirana dan Agung Semeru) dan rentan (kultivar Embug). Ketahanan dan kerentanan terhadap penyakit dikendalikan oleh RGA. Sekuens daerah terkonservasi pada RGA dapat digunakan sebagai dasar pembuatan primer, sehingga terdapat perbedaan pita amplifikasi antara kultivar tahan dan rentan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kekerabatan beberapa kultivar pisang (Musa sp.) untuk sifat ketahanan terhadap penyakit berdasarkan RGA.Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun 12 kultivar pisang.  Pisang Agung Semeru dan Mas Kirana digunakan sebagai kontrol tahan. Sedangkan kontrol rentan adalah kultivar Embug, untuk dibandingkan pita DNA dengan 9 kultivar lain. Primer yang digunakan adalah primer daerah terkonservasi NBS-LRR dan NLRR. Tahap Penelitian meliputi ekstraksi DNA, Amplifikasi DNA dan pembuatan dendogram dengan softwere NTSys 2.01.Parameter data dalam penelitian ini adalah konsentrasi DNA, elektroforesis DNA genom, hasil amplifikasi DNA dan dendogram hubungan kekerabatan. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi DNA yang didapat berkisar antara 159,2 sampai 1131 ng/µl. Elektroforesis DNA menunjukkan beberapa sampel mepunyai pita yang tebal dan beberapa masih terdapat smear. Amplifikasi DNA menghasilkan pita berukuran 100 sampai 700 bp dan bersifat polimorfik. Hasil analisis hubungan kekerabatan menghasilkan Kultivar Mas Kirana sebagai kultivar tahan I berkerabat jauh dengan kelompok rentan dan tahan II dengan indeks kemiripan 0,54. Kultivar Embug sebagai kultivar rentan berkerabat dengan kultivar Barley dan Raja Nangka dengan indeks kemiripan 1, sedangkan dengan kultivar Kepok mempunyai indeks kemiripan 0,81. Kultivar Agung Semeru sebagai kontrol tahan II berkerabat dengan kultivar Susu dengan indeks kemiripankedua varietas ini adalah 1, sedangkan  dengan kultivar Agung Jawa, Ambon Hijau dan Raja Mala indeks kemiripannya 0,91. Kultivar  Cavendih berkerabat dengan kultivar tahan II dengan indeks kemiripan 0,73 dan kultivar Kidang dengan indeks kemiripan 0,68.
Kata Kunci : Kultivar Pisang (Musa sp), Ketahanan Terhadap Penyakit, RGA.

Indonesia merupakan negara tropis dengan kekayaan sumber daya genetic (plasma nutfah) tumbuhan yang sangat besar. Kekayaan tersebut menempatkan Indonesia negara dengan megabiodiversity terbesar kedua setelah Brazil (Putra, 2013). Tingginya tingkat keanekaragaman genetic pada tumbuhan karena Indonesia memiliki bentang alam yang luas dengan penyebaran dan kondisi wilayah geografis yang bervariasi (Poerwanto,2011).
Keanekaragaman tumbuhan yang tinggi juga diikuti oleh keanekaragaman genetik yang tinggi (Poerwanto, 2011). Salah satu tumbuhan yang memiliki keanekaragaman genetik tinggi adalah pisang (Musaceae). Keanekaragaman pisang merupakan keturunan dari dua jenis tetua pisang liar yaitu Musa acuminata (genom AA) dan Musa balbisiana (genom BB) (Rukmana, 1997).
Keanekaragaman genetik  pisang memberikan sifat fenotip yang beragam, salah satunya adanya perbedaan sifat pada ketahanan terhadap penyakit. Salah satu contoh adalah pisang Agung Semeru (M. paradisiaca) dan pisang Mas Kirana (M. balbisiana) di kecamatan Senduro dan kecamatan Pasrujambe Kabupaten Lumajang merupakan pisang yang tahan terhadap penyakit layu fusarium (Panama desease), penyakit layu bakteri (Moko desease) dan bercak daun  (Sigatoka desease). Penyakit ini ditemukan mudah menyerang kultivar lain yaitu pisang Embug (M. paradisiaca), akan tetapi tidak menyerang kedua pisang tersebut (Prahardini, 2010). Selain itu di kecamatan ini juga ditemukan beberapa kultivar pisang lainnya yaitu Kepok, Cavendish dan Raja. Kultivar-kultivar lain tersebut belum diketahui sifat tahan terhadap penyakit terutama secara genetik.
Sifat tahan penyakit pada pisang Agung Semeru (M. paradisiaca) dan pisang Mas Kirana (M. balbisiana) merupakan sifat unggul, sehingga diperlukan adanya karakterisasi kedua pisang tersebut dan mengetahui hubungan kekerabatan dengan kultivar pisang yang lainnya. Karakterisasi secara genetik dapat dijadikan sebagai salah satu konfirmasi, karena selain akurat juga dapat memberikan hasil yang lebih cepat dan efektif (Ilhami, 2010). Informasi sifat ketahanan terhadap penyakit ditentukan dari jarak genetik tanaman tahan penyakit dan rentan. Data karakterisasi dan hubungan kekerabatan pisang yang tahan penyakit dengan beberapa kultivar pisang lainnya dapat dijadikan referensi persilangan tanaman untuk kepentingan pemuliaan tanaman pisang (Crowder, 2007).
Ketahanan tanaman dari penyakit dikendalikan secara genetik oleh gen ketahanan (R-Gen). Gen ini terdapat di setiap tanaman dan telah banyak diisolasi dengan primer yang dibuat dari tanaman lain sehingga disebut Resistance Gene Analog (RGA) (Sutanto, 2013). Sekuens basa dari RGA dari berbagai tanaman merupakan daerah terkonservasi (sekuens nukleotidanya relatif tetap) antar spesies, sehingga dapat memberikan informasi dasar membuat desain primer untuk kepentingan amplifikasinya  (Tiing, 2012). Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk hubungan kekerabatan  beberapa kultivar  pisang (Musa sp.) untuk  sifat  ketahanan  terhadap penyakit berdasarkan RGA.

METODE
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan 2 sampel daun pisang yaitu kultivar pisang Mas Kirana dan pisang Agung Semeru sebagai pisang tahan penyakit, serta pisang Embug sebagai kontrol rentan (Prahardini, 2010), tingkat ketahanan dari ketiga pisang ini akan dibandingkan dengan 9 kultivar lainnya, yaitu Barley, Kidang , Agung Jawa, Kepok, Ambon Hijau, Raja Nangka, Susu, Cavendish dan Raja Mala. Ekstraksi DNA mengunakan metode CTAB, kuantitas DNA diukur dengan menggunakan spektrofotometer dan kualitas DNA diukur dengan elektroforesis. Amplifikasi DNA menggunakan primer NBS-LLR (F’ATGTCAGGCGGTGGCAGAAG dan R’ AGTGCCGCCATCGACCATGA) dan NLRR (F’TAGGGCCTCTTGCATCGT dan R’ TATAAAAAGTGCCGGACT). Komposisi PCR total 25 µl terdiri dari GMM 12,5 µl , Primer Forward 1,5 µl, primer reverse 1,5 µl, DNA templete 1 µl dan Aquabides 8,5 µl. Pengkondisian suhu primer NBS-LRR predenaturasi 95 оC selama 3 menit, denaturasi  94 оC selama 45 detik, annealing 56 оC selama 30 detik, extensi 72 оC selama 1 menit, post extens 72 оC selama 10 menit dengan jumlah siklus 35. Pengkondisian suhu primer NLRR yaitu predenaturasi 94 оC selama 3 menit, denaturasi 94 оC selama 1 menit, annealing 49 оC dan 51оC selama 5 menit, Extensi 7 оC, post extensi 72 оC selama 72 оC dengan jumlah siklus 45. Analisis data dilakukan dengan softwere NTSYS- pc versi 2.01.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil perhitungan konsentrasi DNA berkisar antara 159,2 sampai 1131 ng/µl. Banyak sedikitnya DNA yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor pada saat ekstraksi dan kondisi sampel. Tingkat kemurnian DNA masing-masing sampel berkisar antara 1,34 sampai 2,02. Hasil ekstraksi dengan rasio 1,8 sampai 2,0 merupakan DNA dengan kemurnian yang tinggi dan tidak terkontaminasi dengan residu protein. Hasil konsentrasi dan kemurnian DNA dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel Konsentrasi dan Kualitas DNA
No
Nama Pisang
Konsentrasi
DNA(x50
ng/µl)
A260
A280
A260/A280
(Kemurnian)
1.
Agung Jawa
224,73
0,019
0,007
2,05
2.
Agung Semeru
771,89
15,403
7,917
1,95
3.
Mas Kirana
217,30
4,495
3,346
1,34
4.
Susu
777,69
0,039
0,023
1,68
5.
Kidang
935,3
0,047
0,022
2,04
6.
Cavendish
1131,28
2,640
1,234
2,07
7.
Embug
238,8
0,012
0,006
2,00
8.
Kepok
796
0,059
0,037
1,57
9.
Barley
159,2
0,009
0,004
2,00
10.
Raja Nangka
808,28
0,045
0,020
2,00
11.
Raja Mala
557,2
0,029
0,017
1,72
12.
Ambon Hijau
796,06
0,076
0,054
1,40

Hasil  kualitas DNA  menunjukkan bahwa sampel nomor 1 (Mas Kirana) terlihat DNA yang didapatkan sangat sedikit konsentrasinnya dan terdapat smear. Sampel nomor 2 (Susu), 3 (Kidang), 4 (Cavendish) dan 6  (Kepok)  terlihat pita yang dihasilkan sangat tebal karena konsentrasi DNA tinggi tetapi masih ada smear. Sampel nomor 5 (Embug), 8 (Agung Semeru), 9 (Barley), 10 (Raja Nangka), 12 (Ambon Hijau) terlihat pita yang dihasilkan tipis, sedikit menyebar dan sampel no.11 (Raja Mala) pita yang dihasilkan sedikit lebih tebal. Perbedaan hasil pada masing-masing sampel tergantung pada banyaknya konsentrasi DNA yang terekstraksi. Kualitas DNA yang terekstraksi juga ditunjukan oleh adanya smear pada pita DNA, semakin sedikit atau tidak adanya smear menunjukkan semakin baik kualitas DNA. DNA tersebut diencerkan untuk mendapatkan konsenrasi sesuai dengan konsentrasi PCR dan digunakan sebagaim template PCR. Hasil kualitas DNA terdapat pada gambar 1.




Gambar  4.11 Hasil elektroforesis DNA genom pisang dengan gel Agarose  1%. M merupakan marker 1 kb. Ketarangan sumur : sumur  1  Pisang Mas Kirana;sumur 2 Pisang Susu; sumur  3 Pisang Kidang; sumur 4 Pisang Cavendish;sumur 5 Pisang Embug; sumur  6 Pisang Kepok; 7 Pisang Agung Jawa; sumur  8  Pisang Agung Semeru;sumur  9 Pisang Barley; sumur 10 Pisang Raja Nangka; sumur  11 Pisang Raja Mala; sumur 12 Pisang Ambon Hijau.

Hasil amplifikasi dengan primer NBS-LRR menunjukkan bahwa hanya 3 kultivar pisang (Ambon Hijau, Kepok, Kidang) yang dapat diamplifikasi dengan primer NBS-LRR. Pada sampel yang lain tidak terbentuk pita dan tidak terdapat smear dari proses PCR. Ukuran hasil amplifikasi berkisar 180 bp sampai 100 bp yang seharusnya hasil amplifikasi diatas 200 bp. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan tidak berhasilnya amplifikasi PCR yaitu komposisi PCR (kerusakan pada Green Master Mix), suhu annealing dan primer yang tidak sesuai. Yowono (2006) menyebutkan bahwa pada saat proses annealing, primer akan menempel pada untaian DNA yang telah terpisah menjadi untai tunggal. Primer tersebut akan membentuk jembatan hidrogen dengan untaian DNA pada daerah sekuen yang komplementer dengan sekuen primer. Hasil PCR dengan primer NBS-LRR terdapat pada gambar 2.


Gambar 2     Hasil elektroforesis DNA menggunakan primer NBS-LRR dengan gel Agarose 1,2  Keterangan sumur1 Pisang Raja Mala; sumur 2 Pisang Ambon Hijau;sumur 3  Raja Nangka; sumur 4 Pisang Agung Jawa; sumur 5 Pisang Agung Semeru; sumur 6 Pisang Barley; sumur  7 Pisang Kepok; sumur 8; sumur 9 Pisang Embug (kontrol rentan); sumur  9 Pisang Cavendish; sumur 10 Pisang Kidang; sumur 11 Pisang Susu; sumur  12 Pisang Mas Kirana (kontrol tahan).

Hasil PCR dengan menggunakan primer NLRR, primer ini bersifat repetitif. Hasil  menunjukkan bahwa primer ini dapat mengamplifikasi semua sampel kultivar pisang. Pita amplikon pada sampel nomor 1(Mas Kirana), 2 (Barley), 3 (Susu), 4 (Cavendish), 5 (Raja Nangka) dan 6 (Kidang) menghasilkan pita yang tegas dan tidak terdapat smear. Sampel nomor 5 (Raja Nangka), 7 (Agung Semeru), 8 (Agung Jawa), 9 (Ambon Hijau), 10 (Raja Mala), 11 (Embug), 12 (Kepok) menunjukkan adanya smear tipis, sehingga pada hasil PCR  masih terdapat sedikit kontaminan protein. Hasil PCR dengan primer NLRR terdapat pada gambar 3.





Gambar 3 Hasil elektroforesis dengan  primer NLRR keterangan sumur 1Pisang Mas Kirana (kontrol tahan); sumur 2 Pisang Barley; sumur 3 Pisang Susu; Sumur 4 Pisang Cavendish; sumur 5 Pisang Raja Nangka; sumur 6 Pisang Kidang; sumur 7 Pisang Agung  Semeru (kontrol tahan); sumur 8 Pisang Agung Jawa; sumur 9 Pisang Ambon Hijau; sumur 10 Pisang Raja Mala; sumur 11 Pisang Embug (kontrol rentan); sumur 12 Pisang Kepok.

Berdasarkan zimogram ukuran pita yang dihasilkan dari proses amplifikasi berkisar antara 100 sampai 700 bp. Kultivar yang digunakan sebagai kontrol tahan I terhadap penyakit adalah Mas Kirana (sampel no.1) menghasilkan pita berukuran masing-masing  650 bp, 500 bp 150 bp dan 100 bp. Kultivar Agung Semeru sebagai kontrol tahan II (sampel no.7) menghasilkan pita berukuran 300 bp dan 200 bp dan mempunyai ola pita yang sama dengan pisang Susu. Kultivar Embug digunakan sebagai kontrol rentan, menghasilkan pita 1 pita berukuran 200 bp. Beberapa kultivar lain yang mempunyai ukuran 200 bp adalah Barley dan Raja Nangka. Kultivar Kepok enghasilkan 1 pita berukuran 250 bp. Kultivar Agung Jawa, Raja Mala dan Ambon Hijau menghasilkan 1 pita berukuran 200 bp. Kultivar Cavendish menghasilkan 2 pita berukuran 700 bp dan 400 bp. Kultivar  Kidang menghasilkan 2 pita berukuran 500 bp dan 300 bp. Zimogram dapat dilihat pada gambar 4.


Gambar 4. 13  Hasil elektroforesis dengan  primer NLRR keterangan sumur 1 Pisang Mas Kirana (kontrol tahan); sumur 2 Pisang Barley; sumur 3 Pisang Susu; Sumur 4 Pisang Cavendish; sumur 5 Pisang Raja Nangka; sumur 6 Pisang Kidang; sumur 7 Pisang Agung  Semeru (kontrol tahan); sumur 8 Pisang Agung Jawa; sumur 9 Pisang Ambon Hijau; sumur 10 Pisang Raja Mala; sumur 11 Pisang Embug (kontrol rentan); sumur 12 Pisang Kepok.

Primer RGA yang digunakan untuk amplifikasi ini bersifat repetitif, yaitu primer yang mengamplifikasi sekuens DNA berulang pada daerah RGA. Primer ini bersifat spesifik untuk sifat ketahanan tanaman terhadap penyakit. Daerah amplifikasi pada primer ini repetitif pada RGA sekuens forward‘TAGGGCCTCTTGCATCGT dan Reverse ’TATAAAAAGTGCCGACT. Hasil dari primer ini yaitu perbedaan pita antara kultivar tahan dan yang bersifat rentan. Perbedaan  tersebut  diakibatkan oleh sekuen DNA yang berbeda sehingga ketika mengalami proses translasi akan menghasilkan kode protein yang berbeda. Pada saat melawan patogen tanaman hares meregulasikan faktor transkripsi secara tepat (dalam waktu yang tepat) setelah mengenali patogen, agar dapat mengaktifkan gen-gen yang berhubungan dengan pertahanan.
Jumlah hasil amplifikasi menunjukkan bahwa gen yang mengendalikan ketahanan pada penyakit bersifat poligen, artinya ketahanan terhadap penyakit dikendalikan oleh banyak gen yang saling menambah dan memberikan reaksi sehingga menimbulkan ketahanan yang luas. Semangun (2006) menyatakan ketahanan yang dikendalikan oleh banyak gen disebut juga ketahanan horizontal, mekanisme dari ketahanan ini bekerja sebelum maupun sesudah patogen masuk ke dalam badan tumbuhan. Ketahahanan horizontal menyebabkan berkurangnya pembentukan Sp perkembangan epidemi berkurang. Kumpulan gen-gen pada pertahanan horizontal ini akan bertanggung jawab pada serangan patogen yang menginfeksi tanaman.
Hasil pengelompokan berdasarkan dendogram memperlihatkan bahwa tingkat indeks similaritas sifat  ketahanan terhadap penyakit tanaman dibagi menjadi 3 kelompok. Kultivar  Mas Kirana sebagai kontrol tahan  I  mempunyai indeks kemiripan yang rendah dengan kelompok lain yaitu 0,54. Kultivar Embug sebagai kontrol rentan tergabung dengan kultivar Barley dan Raja Nangka mempunyai indeks kemiripan 1, artinya sifat ketahanan dari kultivar tersebut hampir sama. Kultivar Kepok juga tergabung dalam kelompok rentan dengan indeks kemiripan 0,81. Kultivar Agung Semeru sebagai control tahan II tergabung dengan kultivar Susu de tergabung juga kultivar Agung Jawa, Ambon Hijau dan Raja Mala dengan indeks kemiripan antar kultivar tersebut 1,sedangkan dengan kontrol tahan II mempunyai indeks kemiripan 0,91. Kelompok tahan II ini tergabung kultivar Cavendish dengan indeks kemiripan 0,71 dan kultivar Kidang mempunyai indeks kemiripan 0,68.
Gambar 5 Dendogram Penegelompokan

Berdasarkan data filogenetik kultivar-kultivar yang memiliki tingkat kekerabatan dekat seperti kultivar Embug, Barley dan Raja Nangka dan Kepok kemungkinan mempunyai pola RGA yang hampir sama. Kesamaan ini mengakibatkan respon pertahanan terhadap penyakit sama. Kultivar yang mempunyai tingkat kekerabatan dekat dengan kultivar tahan II yaitu Agung semeru dan Susu mempunyai tingkat kekerabatan sama sehingga memiliki kesamaan respon terhadap penyakit. Kultivar Cavendish dan Kidang mempunyai pola pita RGA yang berada diantara kelompok kultivar Embug dan Agung Semeru sehingga respon terhadap penyakit memiliki kesamaan dengan kedua kelompok kedua  kultivar tersebut. Kultivar Mas Kirana mempunyai indeks kesamaan yang rendah yaitu 0,54 dengan kultivar lainnya dikarenakan ketahanan sangat berbeda dan secara genom kultivar bukan hasil persilangan yaitu genom AA. Campbell (2000) menyatakan  respon pertahanan terhadap penyakit dikenedalikan oleh gen ketahanan atau Resistance gene (R Gene), sehingga dengan pola gen ketahanan yang sama dimungkinkan mempunyai respon terhadap penyakit yang hampir sama.
Data hasil hubungan kekerabatan tersebut dapat digunakan sebagai referensi untuk pelaksanaan perkawinan silang dalai pemuliaan tanaman pisang. Julisaniah (2008) menyatakan bahwa hasil diagram filogenetik pengelompokan dapat digunakan sebagai acuan dalam penentuan induk untuk pembuatan bibit. Semakin jauh hubungan kekerabatan antar sampel, maka semakin kecil keberhasilan persilangan, tetapi kemungkinan untuk memperoleh genotip unggul lebih besar jika persilangan berhasil. Perkawinan antara individu berjarak genetic dekat atau hubungan kekerabatannya sama mempunyai efek peningkatan homozigositas, sebaliknya perkawinan antara individu berjarak genetik besar atau kekerabatannya jauh mempunyai efek peningkatan heterozigositas. Informasi ini bermanfaat bagi proses pemuliaan bibit unggul. Perkawinan tetua dengan variasi genetik tinggiakan menghasilkan individu dengan heterozigositas lebih tinggi.

SIMPULAN
Data hubungan kekerabatan antar  kultivar pisang diperoleh Kultivar Mas Kirana sebagai kultivar tahan I berkerabat jauh dengan kelompok rentan dan tahan II dengan indeks kemiripan 0,54. Kultivar Embug sebagai kultivar rentan berkerabat dengan kultivar Barley dan Raja Nangka dengan indeks kemiripan 1, sedangkan dengan kultivar Kepok mempunyai indeks kemiripan 0,81. Kultivar Agung Semeru sebagai kontrol tahan II berkerabat dengan kultivar Susu dengan indeks similaritas kedua varietas ini adalah 1, sedangkan dengan kultivar Agung Jawa, Ambon Hijau dan Raja Mala indeks kemiripannya 0,91. Kultivar  Cavendish berkerabat dengan kultivar tahan II dengan indeks kemiripan 0,73 dan kultivar Kidang dengan indeks kemiripan 0,68.

DAFTAR RUJUKAN
Campbell, N.A. 2003. Biologi Jilid II Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.
Julisaniah, N.I. 2008. Analisis Kekerabatan Mentimun (Cucumis sativus L.) menggunakan Metode  RAPD-PCR  dan Isozim. Biodiversitas. 2 (9).
Poerwanto, R.,Siregar,I.Z., Suryani, A. 2011. Merevolusi Revolusi Hijau. Bogor : IPB Press.
Prahardini, P.E.R, Yuniarti, Krismawati, A. 2010. Karakterisasi Varietas Unggul Pisang  Mas  Kirana   dan Agung Semeru di Kabupaten Lumajang. Buletin Plasma Nutfah.16(2).
Putra, I., Sukewijaya, I., Pradniawati, N. 2013. Identifikasi Tanaman Jahe Jahean (Famili Zingiberaceae) di Bali yang dapat Dimasukkan Sebagai Elemen dalam  Desain Lanskap. E-Jurnal  Agroekoteknologi Tropika.Vol. 2, No. 1.
Rukmana, R. 1997. Usaha Tani Pisang. Jakarta : Kanisus.
Semangun, H. 2006. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta: UGM  Press.
Sutanto, A., Hermanto, C., Sukma D., Sudarsono. 2013. Pengembangan Marka  SNAP Berbasis Resistance Gene  Analogs (RGA) Pada Tanaman Pisang (Musa sp.). J.Hort. 23 (4): 300-309.
Yuwono, T. 2006. Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction.Yogyakarta: Kanisus.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar